Sejak ditetapkannya batas sampai akhir 2011, semua instansi pemerintah tidak boleh lagi menggunakan perangkat lunak (software) ilegal. Banyak instansi pemerintah terutama akhir-akhir ini memigrasikan sistem operasi nya ke open source. Latar belakangnya yaitu deklarasi bersama 5 menteri menuju Indonesia Go Open Source (IGOS) pada tahun 2004 oleh Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Komunikasi dan Informasi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Kehakiman dan HAM, serta Menteri Pendidikan Nasional.
Hal ini ditegaskan kembali dengan surat edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara nomor SE/01/03/M.PAN/2009 tentang pemanfaatan perangkat lunak legal dan OSS. Intinya adalah, pertama seluruh instansi pemerintah diwajibkan menggunakan perangkat lunak open source atau legal. Kedua, melakukan monitoring penggunaan perangkat lunak open source atau legal. Ketiga, batas waktu migrasi pada akhir 2011.
Yang menarik adalah penghematan anggaran karena selama ini digunakan untuk pembelian perangkat proprietary. Untuk dokumen pun, sudah ada keputusan dari Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 41/KEP/BSN/4/2011 tanggal 4 April 2011 seputar penggunaan ODF (Open Document Format) sebagai standar nasional dokumen perkantoran.
Singkat kata, untuk penggunaan sistem operasi open source (dalam hal ini linux), terdapat banyak distribusi atau distro Linux yang telah muncul. Secara alphabet ada Arch, BlankOn (keluarga dari Ubuntu yang dikembangkan Indonesia), Fedora, Mint, OpenSUSE, Slackware, dan lain-lainnya.
Jika untuk membeli laptop yang sangat support terhadap sistem operasi open source, maka dalam kesempatan kali ini penulis lebih condong untuk mengetesnya dengan menggunakan Linux Backtrack (keluarga dari Ubuntu yang saat ini sudah versi 5 R1). Selain karena bisa live USB/CD DVD, juga dikarenakan sudah terdapat satu aplikasi (yaitu airmon-ng) untuk mengetes chipset wifi dari suatu laptop.
Pertama, mengecek modem usb kita apakah bisa berjalan atau tidak (belum). Diasumsikan kita sudah di tampilan desktop dengan live USB/CD DVD linux backtrack. Setelah modem disambungkan ke laptop, kemudian di terminal konsole (jika di windows lebih dikenal dengan command prompt) dengan perintah “eject /dev/sr0” (sr0 diganti dengan sr1 tergantung spesifikasi laptop) atau dapat langsung eject modem di dolphin file managernya (untuk versi KDE).
Kita asumsikan kembali bahwa aplikasi wvdial sudah diinstal (baik melalui online apt-get install wvdial maupun offline, atau di BT5R1-KDE-32mod5.iso sudah saya sertakan juga aplikasi wvdialnya). Dengan memberikan perintah “wvdialconf” di konsole, modem yang support akan memberitahukan “Found a modem on /dev/ttyUSB0”.
Tinggal kita edit di /etc/wvdial.conf dengan mengisikan no phone, username, dan password.
Setelah di save, masih di konsole kita tinggal eksekusi dengan perintah “wvdial” sampai muncul keterangan ip dan DNS. Maka biasanya kita sudah bisa koneksi ke internet.
Kedua, pada pengetesan wifi kita panggil di konsole dengan perintah “ifconfig wlan0 up” untuk mengaktifkannya.
Jika erornya muncul seperti: “SIOCSIFFLAGS: Operation not possible due to RF-kill”, atau “SIOCSIFFLAGS: No such device”, atau juga “iwl3945: Radio disabled by HW RF Kill switch”, maka pembaca bisa bertanya di forum-forum linux atau pencarian melalui fasilitas pencari web semisal google, yahoo, dan lain-lainnya.
Setelah wifinya aktif, maka di konsole tinggal mengetikan perintah “airmon-ng”. Apabila wifinya support, di konsole nampak interface nya yaitu wlan0, chipsetnya yaitu merk wifi di laptop, dan drivernya akan muncul namanya.
Setelah modem dan wifi lancar, maka laptopnya sudah bagus untuk dimiliki. Namun jika dalam pengetesan ini laptopnya sudah dibeli ternyata menemukan eror, untuk mengatasinya silahkan terlebih dahulu mencarinya di google kemudian jangan sungkan bertanya di forum-forum linux di internet. Karena kemungkinan ada beberapa setingan yang perlu diedit. Semoga bermanfaat.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment